Kabupaten Purwakarta sama berat pada titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon.
Lapang wilayah Kabupaten Purwakarta yaitu 971,72 km² atau sekira 2,81% dari lapang wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa (Proyeksi jumlah rakyat tahun 2009) dengan laju pertumbuhan rakyat rata-rata sebesar 2,28% per-tahun. Jumlah rakyat laki-laki yaitu 420.380 jiwa, sedangkan jumlah rakyat perempuan yaitu 425.129 jiwa.
Kabupaten Purwakarta memiliki mottoWibawa Karta Raharja. "Wibawa" berarti berwibawa atau penuh kehormatan, "Karta" berarti ramai atau hidup, dan "Raharja' berarti kondisi sejahtera atau makmur. Sehingga “Wibawa Karta Raharja” dapat didefinisikan sebagai daerah yang terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.
Purwakarta berasal dari suku ucap "purwa" yang berarti awal dan "karta" yang berarti ramai atau hidup. Pemberian nama Purwakarta diterapkan setelah kepindahan ibukota Kabupaten Purwakarta dari Wanayasa ke Sindang Kasih.
Peristiwa kepindahan ibukota kabupaten ini setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 Juli dengan melakukan napak tilas dari Wanayasa ke Sindang Kasih.
Guna Lambang
Segi berwarna hitam berpelat merah, dimaksudkan bendungan serba-guna Jatiluhur, yang adalah kebanggaan dan kemakmuran masyarakat Purwakarta.
Lengkung berwarna hijau gelombang putih dan biru, dimaksudkan Situ Buleud.
Rumah berwarna merah dan kuning, menggambarkan Gedung Karesidenan yang bersejarah, keagungan daerah Purwakarta. Atapnya mempunyai bangun gunung Tangkuban Perahu, dihubungkan dengan legenda rakyat, mengenai bendungan sungai, kisah Sangkuriang.
Padi dan kapas, adalah lambang kemakmuran yang tidak dapat terpisahkan berdasarkan pula dengan penghidupan masyarakat Purwakarta yang beberapa besar hidup dari pertanian.
Keterangan :
Lambang mempunyai bangun segi lima, berdasarkan dengan landasan negara yaitu Pancasila yang adalah tameng Bangsa Indonesia.
Pelat merah bertuliskan “Wibawa Karta Raharja”, adalah semboyan yang berarti daerah yang penuh dengan nuansa keagamaan yang selalu terlindung dan makmur.
Keterangan Warna :
Hijau Muda, harapan bagi masa depan daerah Purwakarta untuk terus membangun suatu daerah yang sama berat, makmur dan sejahtera.
Hitam, ketuhanan dan ketekunan hati.
Kuning, keagungan/kebesaran daerah.
Merah, tekad perjuangan bangsa yang pantang mundur, rela bermandi darah daripada menyerah. Putih, kesucian/keikhlasan hati rakyat dalam menanggulangi segala cobaan dan penderitaan.
Biru, kesetiaan rakyat terhadap nusa, bangsa dan agama.
Hijau Tua, keagamaan masyarakat Purwakarta adalah masyarakat yang teguh agama, mereka membenci orang-orang yang munafik dan orang-orang yang melupakan kewajiban untuk berbakti untuk Tuhan. Mereka semua yakin bahwa dari segala kebesaran dan kemajuan daerahnya ialah tuntunan serta lindungan Tuhan YME.
Sejarah
Ketika belum penjajahan Belanda
Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan memerangi pasukan VOC. Bertambah kurang awal masa seratus tahun ke-17 SultanMataram mengirimkan pasukan tentara yang dipandu oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya yaitu untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perbuatannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
Setelah itu dikirimkan pulang ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Penembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Beda daripada itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III belakang pulang ke Galuh dan berpulang. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah dijadikan Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda:"Karawaan").
Sultan Mulia Mataram belakang mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV dijadikan Dalem (bupati) di Karawang pada tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Raden Adipati Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug.
Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang kesudahannya bertambah kurang tahun 1811-1816 sebagai kesudahan suatu peristiwa dari peralihan penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan Belanda untuk Pemerintahan Inggris.
Masa penjajahan Belanda
Masjid Mulia Purwakarta pada tahun 1920-1935 (dibangung atas perintah Raden Tumenggaung Aria Sastradipura I), bupati ke-12, memegang kedudukan tahun 1854-1863)
Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda meninggalkan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pemulangan kewenangan dari para Bupati untuk Gubernur JendralVan Der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dibuat hidup pulang bertambah kurang tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur sungai Citarum/Cibeet dan sebelah Barat sungai Cipunagara.Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Disktrik Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dibuat hidup pulang dinaikkan R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang belakang memilihkan ibukota kabupaten di Wanayasa.
Pendopo Kabupaten Purwakarta Tahun 2009
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Pembangunan dimulai diantaranya dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Karesidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlangsung sampai pemerintahan bupati berikutnya.
Masa kemerdekaan
Kabupaten Karawang dengan ibukota Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur dijadikan Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat dijadikan Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat, belakang diatur penentuan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Pembagian administratif
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri Pasundan diubah dan ditentukan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta di tambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabuapten Purwakarta hanya memiliki 4 disktrik, yaitu Disktrik Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk belakang diterapkan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren dijadikan disktrik yang dapat berdiri sendiri. Maka kala itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 disktrik. Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dibawa keluar Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Disktrik Purwakarta, Disktrik Jatiluhur, Disktrik Campaka, Perwakilan Disktrik Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta sama berat di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Disktrik Plered, Disktrik Darangdan, Disktrik Tegalwaru, Disktrik Maniis, Disktrik Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta sama berat di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Disktrik Wanayasti Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta. Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968[3] tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat. Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta menjalani Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta.
Kondisi iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.093 mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22o-28oC dan zona dengan suhu berkisar 17o-26oC.
Topografi
Wilayah Pegunungan. Wilayah ini terletak di tenggara dengan ketinggian 1.100 sd 2.036 M DPL, meliputi 29,73% dari total lapang wilayah.
Wilayah Perbukitan dan Danau. Wilayah ini terletak di barat laut dengan ketinggian 500 sd 1.000 M DPL, meliputi 33,8% dari total lapang wilayah.
Wilayah Daratan. Wilayah ini terletak di utara dengan ketinggian 35 sd 499 M DPL, meliputi 36,47% dari total lapang wilayah.
Geologi
Terdiri dari batuan sedimen klasik berupa batu pasir, batu gamping, batu lempung, batu vulkanik. Macam tanah yang sama berat terdiri dari aluvial, latosol, andosol, grumosol, podsolik dan regosol.
Bagi masyarakat yang bermukim di sekeliling Waduk Jatiluhur, moda transportasi yang biasa dipergunakan yaitu kapal mempunyai ukuran kecil (dibawah 7 GT).
Waduk Jatiluhur, dengan lapang 8.300 ha terletak ±9 kilometer dari kota Purwakarta menawarkan fasilitas rekreasi dan gerak badan air yang komplet dan menarik seperti : dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia yaitu hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan playground. Bagi wisatawanremaja, tersedia pondok remaja serta area yang cukup lapang untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang dijadikan daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau malam kami dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang berhasrat mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II mengadakan tenaga berbakat.
Danau Cirata, dengan lapang 62 km2 sama berat pada ketinggian 223 m DPL dikelilingi oleh perbukitan. Bila melakukan perbuatan dari kota Purwakarta menjalani Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak sejauh 15 kilometer. Dalam perbuatan akan melintas pusat perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra IndustriKeramik Plered disamping menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
Situ Wanayasa yaitu danau alam yang sama berat pada ketinggian 600 m DPL dengan lapang 7 ha, terletak ±23 kilometer dari kota Purwakarta dengan udara yang sejuk berlatar balik Gunung Burangrang.
Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 kilometer dari Situ Wanayasa berlokasi di kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejuk. Terdapat bertambah kurang 12 titik sumber mata air panas.
Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ± 3 kilometer ke arah Selatan kota Wanayasa, adalah tempat yang nyaman untuk rekreasi adil hiking maupun camping ground. Sama berat pada ketinggian 750 m DPL.
Gunung Parang yaitu obyek wisata alam yang mengadakan fasilitas untuk rock climbing. Terletak 28 kilometer dari kota Purwakarta sama berat pada ketinggian 983 m DPL.
Gua Jepang berlokasi ±28 Kilometer dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian bertambah kurang 700 m DPL, dikelilingi perkebunan teh, pohon pinus, cengkeh, manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung Burangrang. Gua Jepang adalah gua hasil pekerjaan yang dibangun oleh Jepang (Romusha) sekira tahun 1943 untuk dipergunakan sebagai tempat persembunyian.
Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Disktrik Bojong ±35 kilometer dari Kota Purwakarta, sama berat pada ketinggian ±650 m DPL dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat.
Situ Buleud, yaitu danau seluas 4 ha mempunyai bangun bulat yang terletak di tengah kota Purwakarta. Situ buleud adalah landmark Purwakarta. Konon Situ Buleud tempo dahulu adalah tempat "pangguyangan" (mandi/berendam) badak, belakang pada masa pemerintahan kolonial Belanda dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Sekarang Situ Buleud dijadikan tempat rekreasi, olah raga, dan belanja PKL pada kala hari minggu bagi rakyat Purwakarta.
Wisata aturan sejak dahulu kala istiadat
Gedung Negara, didirikan tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Sekarang Gedung Negara dijadikan Kantor Bupati Purwakarta.
Gedung Karesidenan, seusia dengan Gedung Negara didirikan pada seratus tahun pemerintahan kolonial Belanda. Sekarang dijadikan Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV terletak di Jalan KK. Singawinata.
Mesjid Mulia, terletak di samping Gedung Negara didirikan pada tahun 1826 pada masa kolonial Belanda. Mesjid ini mulai dipugar pada tahun 1993 dengan tetap mempertahankan bangun asli dan nilai sejarahnya, belakang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995.
Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 kilometer dari kota Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah sama berat sejak tahun 1904 menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara diantaranya Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Macam keramik yang diproduksi diantaranya gerabah, terakota dan porselen.
Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT. Sinar sejak tahun 1956 untuk di ekspor ke Brunei dan kebutuhan hidup dalam negeri.
Makam RA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang berpulang tahun 1827, beliau adalah Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ Wanayasa.
Makam Baing Yusuf yaitu makam Syech Baing Yusuf yang berpulang pada tahun 1856 terletak di balik Mesjid Mulia Purwakarta. Ia adalah seorang ulama besar pada seratus tahunnya bermukim di Kaum (Paimbaran Mesjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren.
Makam Mama Sempur Makam keramat Sempur yaitu Makam Mama Sempur, seorang tokoh agama Islam yang disegani dan terkemuka, sehingga sekarang banyak pengunjung berziarah ke makam tersebut. Letaknya di Sempur-Plered, 14 kilometer dari kota Purwakarta.
Yang membedakan dengan sate yang beda yaitu bumbu kecapnya yang diolah hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi, banyak juga terdapat rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan bakar, pepes, ayam goreng, ayam bakar (bakakak), komplet dengan sambal dadakan.
Soto Sadang
Soto ini dinamakan Soto Sadang, karena memang lokasi awal mulanya terletak di Sadang, Purwakarta. Tepatnya di persimpangan jalan raya mengarah Jakarta dengan rel kereta api. Tapi semenjak didirikannya jalan layang, rumah makan ini pindah ke arah kota Purwakarta, yaitu di Jalan Veteran.
Makanan ini bangunnya berupa lembaran pipih, bundar tipis, biasanya berwarna putih, dan rasanya gurih. Terbuat dari tepung beras yang diberi beberapa bumbu.